Salah satu makanan favorit saya waktu kecil adalah "berkat" kenduren. Ini wujudnya bisa bungkusan berupa pincukan daun pisang, seperti ini
takir (dari daun pisang juga) seperti ini
atau besek (dari anyaman bambu)
Bungkusan ini tidak penting bagi saya, karena saya lebih fokeus pada isi, wa bil khusus lauk.
Maklum saja, masa kecil saya hidup ketika Pak Harto masih jaya-jayanya jadi presiden. Masa inilah masa di mana satu kampung cukup punya satu televisi, yang bisa sekolah tinggi hanya PNS dan horang kayah, jalanan kampung masih jalan tanah, jangan tanya listrik dan PDAM, jawabannya belum ada. Makanan pokok sehari-hari warga kampung sering makan nasi jagung, ada kecualinya sih, kecuali bagi horang kayah. Oleh karenanya, "berkat" yang isinya nasi beras, bihun goreng, tempe kering, dan lauknya telur rebus atau daging ayam 🐔 menjadi makanan favorit. Makanya, saya sering kesal jika ada yang bilang, "piye kabare? Enak jamanku tho?" , enak, enak mata*u.
"Berkat" ini datang tidak tiap hari, waktu-waktu tertentu saja. Pas ada yang nikahan, sunatan, tasmiyahan, nelung - mitu - matang puluh dina, mendhak, dan slametan. Saya kadang berfikir mungkin ini cara orang dulu membuat sistem agar horang gak kayah bisa merasakan makan enak. Tapi itu dulu, nafsu generasi milenial di kampung terhadap daging ayam dan telor di zaman sekarang tidak setinggi dulu malah bisa dibilang nyaris hilang.
🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎
Beberapa bulan yang lalu saya pulang kampung ke Jawa Tengah. Ada yang membuat saya senang: di rumah Mak'e banyak stok mie instan, secara saya termasuk pecinta mie gitu. Usut punya usut, banyaknya stok ini rupanya pengganti takir atau besek.
Takir/besek di zaman dulu yang isinya 45-47 dengan berkat, namun zaman sekarang diganti mie instan yang isinya sekali membawa bisa 5 bungkus. Alasan, penggantian isi ini karena kekhawatiran jika diisi nasi beras 🍚, mie, tempe, dan lauk tidak termakan di rumah, sehingga ada inisiatif warga diganti dengan mie instan dengan harapan (pasti) akan dikonsumsi.
Apakah ini termasuk perubahan Adat? Secara fisik "ya" namun secara substansi kearifan lokal bahwa maksud dari takir dan besek agar orang yang di rumah bisa ikut makan, tetap tidak berubah.
NB: adat menurut KBBI V
takir (dari daun pisang juga) seperti ini
atau besek (dari anyaman bambu)
Bungkusan ini tidak penting bagi saya, karena saya lebih fokeus pada isi, wa bil khusus lauk.
Maklum saja, masa kecil saya hidup ketika Pak Harto masih jaya-jayanya jadi presiden. Masa inilah masa di mana satu kampung cukup punya satu televisi, yang bisa sekolah tinggi hanya PNS dan horang kayah, jalanan kampung masih jalan tanah, jangan tanya listrik dan PDAM, jawabannya belum ada. Makanan pokok sehari-hari warga kampung sering makan nasi jagung, ada kecualinya sih, kecuali bagi horang kayah. Oleh karenanya, "berkat" yang isinya nasi beras, bihun goreng, tempe kering, dan lauknya telur rebus atau daging ayam 🐔 menjadi makanan favorit. Makanya, saya sering kesal jika ada yang bilang, "piye kabare? Enak jamanku tho?" , enak, enak mata*u.
"Berkat" ini datang tidak tiap hari, waktu-waktu tertentu saja. Pas ada yang nikahan, sunatan, tasmiyahan, nelung - mitu - matang puluh dina, mendhak, dan slametan. Saya kadang berfikir mungkin ini cara orang dulu membuat sistem agar horang gak kayah bisa merasakan makan enak. Tapi itu dulu, nafsu generasi milenial di kampung terhadap daging ayam dan telor di zaman sekarang tidak setinggi dulu malah bisa dibilang nyaris hilang.
🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎
Beberapa bulan yang lalu saya pulang kampung ke Jawa Tengah. Ada yang membuat saya senang: di rumah Mak'e banyak stok mie instan, secara saya termasuk pecinta mie gitu. Usut punya usut, banyaknya stok ini rupanya pengganti takir atau besek.
Takir/besek di zaman dulu yang isinya 45-47 dengan berkat, namun zaman sekarang diganti mie instan yang isinya sekali membawa bisa 5 bungkus. Alasan, penggantian isi ini karena kekhawatiran jika diisi nasi beras 🍚, mie, tempe, dan lauk tidak termakan di rumah, sehingga ada inisiatif warga diganti dengan mie instan dengan harapan (pasti) akan dikonsumsi.
Apakah ini termasuk perubahan Adat? Secara fisik "ya" namun secara substansi kearifan lokal bahwa maksud dari takir dan besek agar orang yang di rumah bisa ikut makan, tetap tidak berubah.
NB: adat menurut KBBI V