Saat maghrib, saya sering shalat berjamaah di
sebuah mushola dekat rumah. Mushola tersebut berada di komplek perumahan
sedangkan rumah yang saya tinggali berada di pemukiman penduduk. Meskipun
jaraknya relatif dekat, warga non-perumahan lebih suka shalat berjamaah di
masjid daripada shalat di mushola.
Jumlah warga perumahan dekat rumah sangat
banyak, ada ratusan rumah. Profesinya rata-rata pegawai dan PNS. Intinya banyak
“orang berpendidikan” yang tinggal di perumahan. Adapun profesi warga non-perumahan mayoritas
adalah petani sawah lebak, selebihnya pedagang, perajin, dan profesi non-formal
lainnya.
Berkaitan dengan kemakmuran tempat ibadah,
mushola warga perumahan bisa dikata tidak makmur (kecuali untuk shalat shalat
maghrib). Sedangkan untuk masjid desa, alhamdulillah, selalu makmur baik untuk
shalat shubuh hingga shalat Isya’.
Setiap kali saya ikut shalat maghrib berjamaah
di mushola, saya sering mendengar kemarahan seorang kakek kepada anak-anak yang
ikut shalat. Kakek tersebut nampaknya tidak suka dengan “keributan” yang dibuat
oleh anak-anak. Bagi saya kemarahan sang kakek justru membuat ketidaknyamanan
jika shalat di mushola itu. Saya tidak nyaman karena selalu mengajak anak saya
ikut ke masjid jika saya ada di rumah. Bisa jadi karena faktor ini orang-orang
malas shalat di mushola.
^^^^^^^^^
Kejadian ini mengingatkan saya saat Ramadhan
lalu, dalam sebuah forum (dunia maya) yang saya ikuti terdapat pro-kontra mengenai larangan
pengurus masjid terhadap anak kecil yang pergi ke masjid. Yang pro: bukankah
mengajak anak ke masjid itu bagus, mengenalkan Tuhan sejak dini kepada
anak-anak. Yang kontra: masjid bukan tempat bermain, Bos!
Jika kita membaca tentang hukum anak kecil
pergi ke masjid jawabannya adalah BOLEH. Banyak hadits yang menerangkan tentang
hal ini, di antaranya seperti yang saya kutip dari situs konsultasisyariah(dot)com
عن أبي قَتَادَةَ رضي
الله عنه: بَيْنَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ جُلُوسٌ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْمِلُ أُمَامَةَ بِنْتَ أَبِي
الْعَاصِ بْنِ الرَّبِيعِ وَأُمُّهَا زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ صَبِيَّةٌ يَحْمِلُهَا عَلَى عَاتِقِهِ
فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ عَلَى
عَاتِقِهِ يَضَعُهَا إِذَا رَكَعَ وَيُعِيدُهَا إِذَا قَامَ حَتَّى قَضَى
صَلَاتَهُ يَفْعَلُ ذَلِكَ بِهَا [ أبو داود 783 و النسائي 704 و صححه الألباني ]
Abu Qotadah radhiallahu ‘anhu mengatakan: Ketika kami sedang duduk-duduk di masjid, Rosulullah –shallallahu alaihi wasallam– muncul ke arah kami sambil menggendong Umamah binti Abil Ash, -ibunya adalah Zainab binti Rosulullah shallallahu alaihi wasallam-,ketika itu Umamah masih kecil (belum disapih)-, beliau menggendongnya di atas pundak, kemudian Rosulullah -shallallahu alaihi wasallam- mengerjakan sholat, sedang Umamah masih di atas pundak beliau, apabila ruku’ beliau meletakkan Umamah, dan apabila berdiri beliau menggendongnya kembali, beliau melakukan yang demikian itu hingga selesai sholatnya.
عَن أَنَسٍ رضي الله
عنه قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ
مَعَ أُمِّهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَقْرَأُ بِالسُّورَةِ الْخَفِيفَةِ أَوْ
بِالسُّورَةِ الْقَصِيرَةِ [ مسلم 722]
Anas radhiallahu ‘anhu mengatakan: Rosulullah –shallallahu alaihi wasallam– pernahmendengar tangisan seorang anak kecil bersama ibunya, sedang beliau dalam keadaan sholat, karena itu beliau membaca surat yang ringan, atau surat yang pendek.
عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنِّي
لَأَدْخُلُ الصَّلَاةَ أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ
فَأُخَفِّفُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ بِهِ [ البخاري 666 و مسلم 723 ] قال
الشوكاني في نيل الأوطار ( 5/ 48 ) : ” فيه جوازُ إدخال الصبيانِ المساجدَ” .
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengatakan: Rosulullah –shallallahu alaihi wasallam– bersabda: “Sungguh aku pernah memulai sholat yang ingin ku panjangkan, lalu karena kudengar tangisan seorang anak kecil, maka kuringankan (sholat tersebut), karena (aku sadar) kegusaran ibunya terhadapnya”.
عَنْ بريدة رضي الله
عنه قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ فَجَاءَ الْحَسَنُ
وَالْحُسَيْنُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَعَلَيْهِمَا قَمِيصَانِ أَحْمَرَانِ
يَعْثُرَانِ فِيهِمَا فَنَزَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَطَعَ كَلَامَهُ
فَحَمَلَهُمَا ثُمَّ عَادَ إِلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ قَالَ صَدَقَ اللَّهُ ” (
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ) رَأَيْتُ هَذَيْنِ يَعْثُرَانِ
فِي قَمِيصَيْهِمَا فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ كَلَامِي فَحَمَلْتُهُمَا”
[النسائي 1396وابن ماجه 3590 وصححه الألباني].
Buroidah mengatakan: Suatu saat Nabi –shallallahu alaihi wasallam– berkhutbah, lalu datanglah Hasan dan Husain radhiallahu ‘anhu yang memakai baju merah, keduanya berjalan tertatih-tatih dengan baju tersebut, maka beliau pun turun (dari mimbarnya) dan memotong khutbahnya, lalu beliau menggendong keduanya dan kembali ke mimbar, lalu mengatakan: “Maha benar Allah dalam firman-Nya: ‘Sungguh harta-harta dan anak-anak kalian itu adalah fitnah (cobaan)’, aku melihat kedua anak ini tertatih-tatih dengan bajunya, maka aku tidak sabar, hingga aku memotong khutbahku, lalu aku menggendong keduanya”.
عن أَبِي بَكْرَةَ رضي
الله عنه: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي، فَإِذَا
سَجَدَ وَثَبَ الْحَسَنُ عَلَى ظَهْرِهِ وَعَلَى عُنُقِهِ، فَيَرْفَعُ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَفْعًا رَفِيقًا لِئَلَّا يُصْرَعَ، قَالَ: فَعَلَ
ذَلِكَ غَيْرَ مَرَّةٍ، فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ
رَأَيْنَاكَ صَنَعْتَ بالْحَسَنِ شَيْئًا مَا رَأَيْنَاكَ صَنَعْتَهُ قَالَ: ”
إِنَّهُ رَيْحَانَتِي مِنْ الدُّنْيَا وَإِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَعَسَى
اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
” [ أحمد 19611 بإسناد جيد ] .
Abu Bakroh radhiallahu ‘anhu mengatakan: Sungguh Rosulullah –shallallahu alaihi wasallam– suatu ketika pernah sholat, jika beliau sujud, Hasan melompat ke atas punggung dan leher beliau, maka beliau pun mengangkatnya dengan lembut agar dia tidak tersungkur (jatuh)… Beliau melakukan hal itu tidak hanya sekali… Maka seusai beliau mengerjakan sholatnya, para sahabatnya bertanya: “Wahai Rosulullah, kami tidak pernah melihat engkau memperlakukan Hasan sebagaimana engkau memperlakukannya (hari ini)”… Beliau menjawab: “Dia adalah permata hatiku dari dunia, dan sungguh anakku ini adalah sayyid (seorang pemimpin), semoga dengannya Allah tabaroka wa ta’ala mendamaikan dua kelompok kaum muslimin (yang bertikai)”.
عَنْ شداد رضي الله
عنه قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي إِحْدَى
صَلَاتَيْ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا، فَتَقَدَّمَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَوَضَعَهُ، ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلَاةِ، فَصَلَّى
فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا، قَالَ أَبِي
فَرَفَعْتُ رَأْسِي وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم وَهُوَ سَاجِدٌ فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِي فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الصَّلَاةَ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتَّى
ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ قَالَ : ”
كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ
أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ” [النسائي 1129 والحاكم 4759 وصححه ووافقه
الذهبي]
Syaddad radhiallahu ‘anhu mengatakan: Suatu ketika Rosulullah –shallallahu alaihi wasallampernah datang kepada kami dalam salah satu sholat fardhu malamnya (maghrib atau isya’),sambil menggendong Hasan atau Husein, lalu Rosulullah -shallallahu alaihi wasallam-maju ke depan (untuk mengimami), beliau pun menurunkannya (Hasan atau Husein), lalu bertakbir untuk memulai sholatnya, di tengah-tengah sholatnya beliau sujud dengan sujud yang panjang.Syaddad mengatakan: maka aku pun mengangkat kepalaku, dan ternyata ada anak kecil (Hasan atau Husein) di atas punggung Rosulullah –shallallahu alaihi wasallam– yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud.Setelah Rosulullah menyelesaikan sholatnya, para sahabatnya bertanya: Wahai Rosulullah, sungguh engkau telah bersujud dengan sujud yang panjang di tengah-tengah sholatmu, sehingga kami mengira terjadi sesuatu, atau ada wahyu yang turun kepadamu?
Beliau menjawab: Bukan karena itu semua, akan tetapi cucuku (Hasan atau Husein) menunggangiku, dan aku tidak ingin segera menyudahinya sampai ia puas dengan keinginannya.
عن عائِشَةَ رَضيَ
الله عَنْهَا قَالَتْ : أَعْتَمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَيْلَةً
بِالْعِشَاءِ وَذَلِكَ قَبْلَ أَنْ يَفْشُوَ الْإِسْلَامُ فَلَمْ يَخْرُجْ حَتَّى
قَالَ عُمَرُ نَامَ النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ فَخَرَجَ فَقَالَ لِأَهْلِ الْمَسْجِدِ
” مَا يَنْتَظِرُهَا أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ غَيْرَكُمْ ” [ البخاري 533
ومسلم 1008 ]. قال الحافظ في الفتح ( 2/345 ) : قوله ” نام النساء والصبيان ” أي :
الحاضرون في المسجد . وقال النووي : أي من ينتظر الصلاة منهم في المسجد .
A’isyah radhiallahu ‘anha mengatakan: Pada suatu malam, Rosulullah –shallallahu alaihi wasallam– pernah mengakhirkan sholat isya’, -itu terjadi ketika Islam belum tersebar luas-. Beliau tidak juga keluar hingga Umar berkata: “Para wanita dan anak-anak (yang menunggu di masjid) sudah tertidur“. Dan akhirnya beliau keluar dan mengatakan kepada mereka yang berada di masjid: “Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menunggu sholat ini selain kalian”.
^^^^^^^
Meskipun boleh, namun perlu diperhatikan bahwa
kepentingan orang banyak harus diperhatikan sehingga ada semacam “syarat dan
ketentuan yang berlaku” ketika mengajak anak kecil ke masjid. Peran orang tua
sangat diperlukan dalam memberikan pemahaman ke anak agar tidak mengganggu
jamaah lain.
Terkait hal ini, saya punya pengalaman ketika masih
tinggal di Samarinda, Kalimantan Timur belasan tahun yang lalu, anak-anak kecil
yang shalat di masjid ditempatkan pada shaf khusus di bagian belakang. Ada satu
hingga dua orang (masih bujang biasanya) yang ikut mendampingi anak-anak untuk
meminimalkan potensi keributan yang bisa
timbul. Ada pula anak-anak kecil tersebut dibuatkan mushalla khusus dengan
pengasuh yang khusus pula.