Sudah tak terhitung, berapa banyak kata-kata asing yang diserap menjadi bahasa Indonesia. Apakah itu Sanskerta, Arab, Persia, Portugis, Belanda, atau Inggris. Tak perlulah disebutkan, karena kita sudah banyak yang tahu. Atau kalau perlu referensi, kita bisa mencarinya di Wikipedia atau Google.
Sebaliknya, ada pula kata-kata Indonesia yang diserap kedalam bahasa lain. Ambil contoh, bahasa Indonesia yang diserap kedalam bahasa Inggris: paddy, papaya, mango, bamboo, sarong, kampong, dan batik. Yang mau menambahkan dipersilahkan.
Namun ada satu kata dari Bahasa Indonesia yang diserap bahasa Inggris yang membuat "ganjalan" di hati. Kata-kata yang disebutkan di atas, bisa dimaklumi masuk kedalam bahasa Inggris sebab merupakan nama buah yang berasal dari negeri kita dan tidak ada jenisnya di Inggris. Demikian pula bamboo, sarong atau batik.
Kata yang mengganjal tersebut adalah "amuck", yang mempunyai arti amuk, pengamukan atau gelap mata.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kata "amuk" yang berhasil "go international". Apakah bangsa ini memang suka mengamuk, naik darah, emosional, irrasional, dan reaksional? Apakah hal ini ada hubungannya dengan tingkat pendidikan, kedewasaan atau memang watak dari bangsa ini sehingga mudah dikenali?
Tapi bila kita telusuri dan baca dalam berita sepertinya ada benarnya. Kasus Tanjung Priok antara warga dan Satpol PP, ketidakpuasan terhadap hasil Pilkada, sikap reaksional terhadap persoalan di luar negeri, kasus Blowfish Jakarta, sikap main hakim sendiri yang sering dilakukan masyarakat, dan terakhir kasus pemalakan yang berujung adanya bentrok antar etnis di Tarakan, sepertinya membuktikan bahwa bangsa ini bagai rumput kering di musim kemarau. Sungguh bangsa dengan karakter seperti inilah yang paling mudah dikendalikan dan diadu oleh bangsa lain, cukup dengan memantik api maka akan terbakar semuanya. Tidak ada kepala dingin, tidak ada ruang berfikir, tidak ada pengendalian diri. Yang ada hanya nafsu dan ego. Cobalah membaca komentar berita di Detikcom, dan rasakan cita-rasa dari komentator. Secara umum dipenuhi dengan bahasa yang tidak santun, sementara saya yakin mereka ini kaum intelek sebab bisa berinternet.
Padahal belum lama ini, Indonesia dalam survei yang dilakukan di negara Skandinavia menempatkannya sebagai bangsa yang paling murah senyum. Tapi mengapa pula menjadi bangsa yang mudah emosi.
Kata pepatah lama, "bahasa menunjukkan bangsa", bila Inggris mengambil kata "amuk" sebagai vokabulari dari Bahasa Indonesia, jangan-jangan bangsa Indonesia memang suka mengamuk. Bagaimama dengan kita?
Nb: entri ini juga emosional, hehehe