Salah satu keunggulan Islam adalah bahwa ia mempunyai kitab Alquran sebagai sumber ajaran sekaligus mempunyai "role model" yang melaksanakan Alquran dalam kehidupan manusia, yaitu Rasulullah SAW. Saat Alquran berbicara tentang shalat, Rasulullah SAW memberi contoh bagaimana shalat dipraktikkan oleh kaum Muslimin. Begitu pula ajaran tentang kebersihan, moral, sosial masyarakat, berumah tangga, berekonomi, pendidikan, bernegara dan semua aspek kehidupan manusia ada contohnya dalam diri Rasulullah SAW. Kata Alquran, "laqod kâna fie Rasulillahi uswatun hasanah", sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik.
Begitu pula dalam mendidik anak, memberi contoh akan lebih efektif daripada sekedar berbicara. Teori "at-thohûru syathrul îmân", kebersihan sebagian dari iman, akan efektif bila sambil dipraktikkan dengan pembagian tugas harian di rumah dan penyediaan sarananya. Begitu efektifnya keteladanan, sampai-sampai ada pepatah nenek moyang yang berbunyi "guru kencing berdiri, murid kencing berlari".
Hari-hari belakangan ini, media-media di Indonesia sedang sibuk membahas kasus demonstrasi yang melibatkan kerbau, yang konon dipersonifikasikan dengan SBY. Sebagai indikasi, SBY bereaksi dan menyinggungnya dalam rapat kabinet. Tersinggunglah Beliau.
Dari sudut demokrasi, mengungkapkan pendapat secara bebas adalah sah-sah saja. Konsekuensi demokrasi, katanya! Dari sudut pandang etika ketimuran, hal ini dianggap tidak etis, memalukan dan kebablasan. Di MetroTV , Andi Mallarangeng mengungkapkan bahwa demokrasi yang kita bangun adalah demokrasi yang santun. Begitu kata pembesar Partai Demokrat.
Sayangnya, sama seperti hukum Indonesia yang ibarat pisau, ke bawah tajam ke atas tumpul, begitu pula yang dicontohkan oleh SBY. Saat demonstrasi pakai kerbau Beliau langsung bereaksi sebab dianggap tidak sopan dan biadab. Tapi mengapa saat kaki tangannya cq. Ruhut Situmpul bilang "BANGSAT" di Gedung DPR RI, bukan di terminal atau pasar, diliput media dan ditonton seluruh negeri, Beliau tidak bereaksi? Apakah kata "BANGSAT" termasuk sopan? Belum lagi, kasus RASISME dari mulutnya Ruhut yang menyerang keturunan Arab dan Tionghoa. Demokrasi santun macam mana bah, yang mau dibangun Partai Demokrat? Saya kira kekerasan verbal tidak kalah berbahayanya dibanding kekerasan fisik. Dan kita perlu contoh bagaimana kesantunan dalam demokrasi itu.
Keteladanan dan Kasus "Kerbau"
About the Author
Ayah dari 3 anak blasteran Jawa dan Bugis-Mandar, non partisan, pembelajar, dan santri.