Upaya saya untuk meng-kanter pernyataan doktor konsultan pendidikan di Kaltim bahwa pesantren gagal membentuk karakter, saya memposting judul di atas. Berasal dari rangkuman harian Republika di buku catatan saya. Sayangnya, tanggalnya lupa saya tulis, dan kalau gak salah di tahun 1994.
"Sekolah tidak berhasil membentuk manusia merdeka, yg berani menghadapi tantangan sendiri. Ini diakibatkan oleh kondisi yg kurang menguntungkan bagi pendidikan kita yg ada di masyarakat, yaitu:
1. Adanya pandangan hidup yg berorientasi pada status (formal) sehingga cenderung lebih mementingkan status daripada fungsi dan prestasi. (Ini saya sebut dengan neo-feodalisme)
2. Budaya hidup
"instant". Filsafatnya: bagaimana dapat menikmati hidup dengan nyaman
3. Dependensi pada "kesempatan/nasib" dari luar, mempercayai nasib dalam makna sempit daripada kemampuan dan dan kesungguhan kerja yg dapat dilakukannya. Menanti "pulung" drpd mencoba kemungkinan. Faktanya banyak yg lebih percaya pada koneksi daripada menempuh jalur jujur
4. Suka menempuh "jalan pintas"
5. Dependensi "generasi muda" pada umumnya yg masih tinggi baik kepada generasi tua atau pada lingkungan.
Dan, pendidikan yg bisa memerdekakan manusia adalah pendidikan non-elitis, non-kelas, non-status berdasar profesionalisme
-----------------------------------------------------------------
Ovi Mail: Making email access easy
http://mail.ovi.com
Sekolah Gagal Membentuk Karakter?
About the Author
Ayah dari 3 anak blasteran Jawa dan Bugis-Mandar, non partisan, pembelajar, dan santri.