Kemakmuran atau kesejahteraan biasanya diasosiasikan dengan frase "murah sandang, pangan, dan papan".
Frase ini didengungkan oleh pemerintah sebagai salah satu pilar untuk menjaga ketahananan negara c.q. pemerintah. Pilar tersebut adalah stabilitas ekonomi dan polkam.
Nampaknya, perlu dilakukan redefinisi terhadap jargon murah sandang pangan papan tsb sebab malah kontraproduktif terhadap kesejahteraan. Kata lain justru menimbulkan kemiskinan. Gambarannya sebagai berikut: mayoritas penduduk Indonesia adalah petani. Penghasilan mereka didapat dari penjualan hasil bumi. Bila harga jual hasil bumi murah, apa yang didapatkan petani? Mereka juga perlu beli baju, menyekolahkan anak, ongkos produksi, membayar buruh tani, dst. Simpelnya, bila harga jual rendah (murah), daya beli petani dan buruh tani juga rendah. Hal ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Kasus ini terjadi di Kutai Barat. Penduduk di beberapa kecamatan yang padat penduduknya, mayoritas adalah petani karet. Saat harga karet naik, ekonomi membaik. Namun saat harga turun, menjadikan ekonomi tidak bergairah. Pasar-pasar sepi, motor-motor kredit ditarik dealer, dst. Saya kira petani bidang lain juga sama: sawit, kakao, padi, kedelai, jagung, dll.
Oleh karenanya, pemerintah perlu mengubah paradigma murah sandang, papan dan pangan dengan kelayakan harga jual. Ditunjang dengan kemudahan pembiayaan dari perbankan dengan penjaminan terhadap resiko, pelatihan2, akses informasi yg mudah, infrastruktur, dan kebijakan lain yg pro-masyarakat bawah, bubarkan HKTI sebab hanya dijual demi kekuasaan (ketua HKTI selalu ikut bursa pilpres, dulu Siswono Yudhohusodo, sekarang Prabowo) ganti dengan organisasi lain yang riil. Toh selama ini nasib petani-buruh tani juga nelayan masih belum juga beranjak.
-----------------------------------------------------------------
Ovi Mail: Being used by users in 178 countries
http://mail.ovi.com
Redefinisi Kata Kemakmuran
About the Author
Ayah dari 3 anak blasteran Jawa dan Bugis-Mandar, non partisan, pembelajar, dan santri.